PERSEPSI KELIRU TENTANG ISLAM
Islam, merupakan agama yang
sempurna. Agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya 21: 107)
Inti
ajaran para Nabi semuanya adalah sama, yakni Tauhid, mengajak untuk mengesakan
Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan menjauhkan perbuatan syirik (menyekutukan Allah).
Tauhid merupakan prinsip utama (ushul) didalam agama Islam.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan
sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’.” (QS.
An-Nahl 16: 36)
Kesempurnaan Islam tercermin dari
syariatnya yang mengatur seluk beluk kehidupan manusia secara komprehensif.
Mulai dari keyakinan (‘itiqad), tata cara ibadah, hubungan dengan sesama
makhluk (mu’amalah), adab-adab, hingga hal-hal lain yang bersifat mendetail,
tanpa terkecuali.
Tatkala kita mengetahui bahwa Islam
adalah agama yang paling sempurna, maka timbul pertanyaan, mengapa saat ini
umat Islam mengalami kemunduran? Mengapa umat Islam begitu tertinggal dalam
segala aspek kehidupan ini? Dan terkesan bahwa Islam itu jumud alias kuno,
sehingga banyak orang yang berpaling dari ajaran yang mulia ini.
Jawabannya
adalah karena umat Islam saat ini menjauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
(Hadits). Banyak terjadi penyimpangan, kesesatan demi kesesatan, perselisihan pendapat
antara satu sekte dengan sekte yang lain, dan munculnya aliran-aliran baru yang
menisbatkan diri kepada Islam, itu semua disebabkan karena umat Islam tidak mau
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Atau mereka memahami Al-Qur’an dan Sunnah
dengan pemahaman yang keliru.
Islam merupakan agama wahyu. Artinya
segala hal yang disandarkan kepada Islam haruslah mempunyai dalil dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Tidak cukup dengan itu saja, Al-Qur’an dan As-Sunnah wajib
dipahami dengan pemahaman generasi terbaik umat Islam sendiri, yakni para
Sahabat, kemudian para Tabi’in, kemudian para Tabi’ut Tabi’in, dan para ulama
sesudahnya yang mengikuti jejak mereka dengan baik.
Apabila
datang seseorang, siapapun dia, baik Imam, Syaikh, Kyai, Ustadz, ataupun
Ajengan berbicara tentang agama Islam, terkhusus dalam masalah-masalah yang
bersifat pokok (ushul), dan umumnya dalam masalah ibadah, maka wajib ditimbang
dengan Al-Qur’an dan Hadits. Setiap ucapannya harus dilihat dan diteliti
kebenarannya, apakah sesuai ataukah tidak dengan panduan wahyu? Maka, benar apa
yang dikatakan oleh Imam Malik rahimahullah, “Seluruh ucapan manusia bisa diterima dan ditolak, kecuali ucapan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Artinya, para ulama tidaklah
ma’shum (terjaga dari kesalahan). Mereka adalah manusia biasa yang bisa benar
dan bisa juga salah. Tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, segala
hal yang berasal dari beliau pasti benar dan wajib bagi setiap muslim untuk
membenarkan kabar darinya.
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan
Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya
itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm 53: 3-4)
Kemudian, tidak mungkin kita
memahami sumber hukum Islam ini dengan akal kita yang terbatas. Kebanyakan
manusia saat ini, mereka malah menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits semaunya, alias
tanpa ilmu. Atau terlalu taklid (ikut-ikutan) kepada tokohnya yang pemahamannya
menyimpang dalam menfsirkan ayat ataupun hadits.
Maka
kita harus kembalikan kepada ahlinya.
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui.” (QS. An-Nahl 16: 43)
Tidak
lain mereka adalah para Sahabat. Karena merekalah yang bertemu langsung dengan
Rasulullah, mendengar sabda-sabda Rasulullah, dan melihat turunnya ayat-ayat
Al-Qur’an. Kemudian para ulama setelahnya yang faqih dalam agama ini.
Kita
bisa melihat bagaimana Islam berjaya di masa para Sahabat, hal itu menjadikan
mereka sebagai patokan bagi kita dalam beragama, meneladani perbuatan mereka,
mengikuti jejak mereka, dan memahami agama Islam sesuai dengan pemahaman
mereka. Allah Ta’ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang
yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada
mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka
surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka
kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah 9: 100)
Demikian
pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memuji para sahabat dan generasi
setelahnya dengan sebutan sebaik-baik manusia. Dalam hadits disebutkan, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ
النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
"Sebaik-baik manusia adalah
yang hidup pada masaku, kemudian orang-orang pada masa berikutnya, kemudian
orang-orang pada masa berikutnya." (Shahih Bukhari: 5949)
Inilah
yang wajib kita terapkan bersama dalam kehidupan beragama. Bahwa Islam harus
dipahami sebagaimana pemahaman para sahabat. Terlalu banyak hujjah yang
menjelaskan mengenai hal ini dan tidak mungkin saya bawakan disini semuanya.
Untuk lebih jelasnya, pembaca silakan merujuk kitab “Mulia Dengan Manhaj
Salaf”, yang ditulis oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah,
halaman 55-161. Disitu, penulis membawakan tak kurang dari 50 dalil baik dari
Al-Qur’an, As-Sunnah, perkataan para sahabat, dan para ulama mengenai wajibnya
setiap umat Islam untuk kembali kepada pemahaman Salaf dalam beragama.
Islam
benar-benar sempurna, indah, tidak memberatkan penganutnya dan mengajarkan
nilai-nilai kebaikan yang melebihi segala hal di dunia saat ini. Jika kita
ingin mengetahui bagaimana Islam yang sesungguhnya, maka lihatlah sumbernya,
yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah. Kemudian kita rujuk sosok manusia terbaik yang
membawa risalah agama ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, demikian
para sahabat, dan para ulama setelahnya. Itulah Islam yang sesungguhnya.
Jika
hari ini ada sebagian umat Islam yang memperlihatkan perilaku yang buruk, maka
jangan salahkan Islamnya. Mungkin saja orang tersebut belum tahu bagaimana
Islam yang benar atau mungkin dia terjerumus dalam pemahaman yang keliru.
Islam
sama sekali tidak membenarkan tindakan terorisme. Dimana terorisme ini sudah
begitu diidentikan dengan Islam oleh para pembenci Islam dan para Orientalis.
Sehingga sebagian umat Islam justru termakan oleh isu ini dan menjadi ragu
dengan agamanya sendiri. Bahkan orang-orang yang berusaha kembali kepada agama
ini mendapatkan beragam stigma negatif di masyarakat. Allahul Musta’an.
Kesimpulannya,
berdasarkan pengamatan saya diantara faktor kemunduran umat Islam saat ini
adalah:
1.
Fanatik
terhadap golongan/ormas
2.
Taklid
(ikut-ikutan) dalam beragama
3.
Tidak
mau merujuk kepada sumber-sumber Islam (Al-Qur’an, Sunnah dan Kitab-Kitab para
ulama)
4.
Memahami
sumber tersebut dengan pemahaman yang salah
5.
Termakan
isu-isu dari luar yang memprovokasi umat Islam
6.
Takut
meninggalkan tradisi nenek moyang meskipun bertentangan dengan syariat
Maka, sudah sepatutnya umat Islam
menyadari hal tersebut. Kurangi fanatisme berlebihan terhadap golongan,
bersatulah diatas agama Allah melalui tali Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan
pemahaman para Salafush Shalih, jangan mudah terpancing isu-isu yang tidak
benar yang mengatasnamakan Islam, dan ikutilah kebenaran, meskipun bertentangan
dengan tradisi nenek moyang, meskipun orang-orang tidak menyukai. Lebih baik
dibenci manusia di dunia karena mengikuti kebenaran daripada dimurkai Allah
pada hari kiamat akibat menolak apa yang Allah turunkan hanya karena takut
celaan manusia.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai.” (QS.
Ali Imran 3: 103)
Allahu’alam.
Mohon maaf atas segala kekurangan. Kebenaran hanya milik Allah ‘azza wa jalla.
Komentar
Posting Komentar