Apakah Arti Dari Sebuah Kesuksesan?
Sukses, sukses, dan sukses. Kamu sudah sukses belum? Kapan kamu sukses? Wah, keren ya dia udah sukses sekarang!
Begitulah kiranya ucapan yang kerap kita dengar dari segelintir manusia. Setiap orang tentunya menginginkan kesuksesan. Hal ini merupakan satu tabi’at yang ada pada setiap manusia. Ditambah lagi, melalui didikan yang kita dapatkan, betapa kita sudah didoktrin sedari kecil bahwa suatu hari nanti kita ini harus sukses.
Namun, ada satu hal yang menjadi pertanyaan besar, sebetulnya apa yang menjadi tolak ukur dari sebuah kesuksesan?
Pertanyaan yang sering saya ajukan kepada banyak orang. Hasilnya, jawaban dari mereka beragam.
Ada yang bilang bahwa sukses itu kalau kita sudah bisa bekerja di perusahaan besar dengan penghasilan minimal 5 juta perbulan.
Ada yang bilang bahwa sukses itu ketika kita bisa membeli rumah mewah di pemukiman yang strategis.
Ada yang bilang bahwa sukses itu ketika kita bisa membeli kendaraan yang mewah, seperti Mobil Lamborghini atau Motor Sport.
Dan seterusnya. Jawaban yang berbeda dilontarkan oleh setiap orang.
Ternyata memang benar. Bahwa sukses itu dapat melahirkan seribu definisi dan menghasilkan makna yang heterogen. Jangankan dari tiap-tiap orang, di satu kepala saja, definisi sukses akan senantiasa berubah seiring berjalannya waktu dan pemahaman yang ia dapatkan. Terlalu relatif rasanya.
Maka, menurut saya, kata sukses itu tidak bisa diartikan dengan pendefinisian yang baku. Bahkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sekalipun, sukses hanya diartikan sebagai “berhasil; beruntung”. Bukankah ini rancu?
Namun, dari kebanyakan jawaban yang saya dapatkan, hampir semua dari jawaban tersebut selalu mengaitkan kesuksesan dengan hal yang bersifat materi (duniawi). Ya, memang inilah paradigma yang sudah mengakar di mayoritas peradaban kita dewasa ini.
Bukankah ada orang yang merasa sukses meskipun ia harus hidup sederhana secara ekonomi?
Bukankah ada orang yang sudah kaya dan memiliki harta berlimpah, namun masih saja belum merasa sukses?
Hal ini menegaskan kepada kita, seandainya sukses itu diukur dengan materi (duniawi), maka tidak akan ada standar yang pasti untuk menentukannya.
Lalu, apakah hakikat dari sebuah keberhasilan?
Nabi kita ‘alaihi sholatu wa sallam bersabda,
الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ خَيْرُ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’ no: 3289)
Cukuplah hadits yang agung ini menjadi jawaban terbaik atas pertanyaan diatas. Bahwa orang yang paling bermanfaat bagi orang lain mendapatkan gelar “Sebaik-baik manusia” dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukankah ini suatu penyebutan yang cukup untuk menyatakan bahwa merekalah sebetulnya orang yang sukses?
Ada yang bertanya, memangnya apa yang akan dia dapatkan kalau cuma digelari sebaik-baik manusia? Pertanyaan ini sebetulnya hanya dilontarkan oleh sebagian orang yang belum paham tentang hakikat dunia ini. Memang, kebanyakan manusia selalu berorientasi pada dunia dalam menggapai impiannya. Padahal dalam agama kita diajarkan,
الْأُولَىٰ مِنَ لَكَ خَيْرٌ وَلَلْآخِرَةُ
“Dan sungguh kehidupan Akhirat lebih baik bagimu daripada kehidupan dunia.” (QS. Adh-Dhuha 93: 4)
Apakah ini berarti kita harus mengabaikan dunia? Tentu jawabannya adalah tidak. Dunia pun tetap harus kita kejar, tetapi kita perlu mengingat bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sebentar. Ada akhirat yang merupakan hidup yang sesungguhnya dan lebih kekal. Maka, kita perlu memahami skala prioritas dalam hal ini.
Sudah selayaknya bagi setiap muslim menyadari asas yang begitu penting ini. Yakni mengatur waktunya untuk hidup antara porsi dunia dan akhiratnya. Hendaknya dia bersikap pertengahan dalam hal ini, artinya dia tetap melaksanakan kewajiban-kewajibannya untuk senantiasa mencari pahala dan ganjaran dari Allah, yang ini merupakan prioritasnya, namun tanpa melupakan tugasnya di dunia yang tetap harus dia jalankan sesuai kemampuannya dan dengan batasan syar’i.
Kita harus menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Kelak, kita akan dikembalikan kepada Allah Azza wa Jalla’. Kehidupan yang sejati adalah di akhirat, sedangkan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau.
الْغُرُورِ مَتٰعُ إِلَّا الدُّنْيَآ الْحَيٰوةُ وَمَا
"Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya." (QS. Ali 'Imran 3: 185)
Maka, kita harus betul-betul memanfaatkan hidup di dunia ini untuk dijadikan bekal ketika kita berjumpa dengan Pencipta kita di hari akhir kelak.
Mulailah merenung, dikala kita menyendiri, di kegelapan malam, dan tanyakan kepada diri sendiri, “Apa yang aku cari dari hidup ini?” Seandainya yang kita kejar adalah kesuksesan duniawi yang bersifat semu, Demi Allah, itu semua akan lenyap.
Saya nasihatkan kepada pembaca yang semoga senantiasa dalam lindungan Allah Ta’ala, manfaatkanlah kesempatan hidup ini untuk senantiasa melakukan ketaatan kepada Sang Pencipta. Apa saja yang engkau inginkan dan impikan, niatkanlah dalam hati dengan tulus semata-mata karena mengharapkan pahala dari Allah Rabbul ‘alamin. Engkau yang khawatir akan masa depan, janganlah takut akan sempitnya rizqi dari Allah Yang Maha Kaya. Yakinlah, selama kita bersungguh-sungguh, ikhlas, dan bertawakal, pertolongan Allah itu amat dekat.
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥ إِنَّ اللَّهَ بٰلِغُ أَمْرِقَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu." (QS. At-Talaq 65: 3)
Apapun bidang yang akan engkau tekuni, apakah itu kedokteran, ekonomi, manajemen, keuangan, teknik, sosial, sastra, agama, atau apapun itu, jadikan itu semua sarana untuk menebar kebaikan dan menolong agama Allah. Jangan pernah melewatkan ketaatan kepada Allah. Karena itulah yang akan dapat kita petik di hadapan Allah kelak. Sehebat apapun dirimu, setinggi apapun jabatanmu, sebanyak apapun hartamu, itu semua tidak akan ada artinya di hadapan Allah. Hanya iman dan takwa yang akan menolong kita.
Demikian pula saya ingatkan, kepada sebagian saudara kita yang selalu mengaitkan kesuksesan dengan materi (duniawi) alias uang, uang, dan uang. Ingat, kesuksesan tersebut merupakan salah satu bagian kecil dari hakikat kesuksesan yang hakiki. Kesuksesan duniawi hanya akan bertahan sesaat saja dan akan lenyap dengan kematian. Tetapi kesuksesan di akhirat, itulah yang lebih kekal dan lebih nikmat.
Jadi, apa yang kita cari? Meraih kesuksesan dunia atau akhirat? Tentulah setiap muslim akan menjawab akhirat. Meskipun dunia pun bukan berarti harus kita tinggalkan. Kita berusaha untuk meraih kesuksesan dalam dua hal tersebut. Dengan tetap menjadikan akhirat sebagai prioritas. Seorang muslim harus berusaha meraihnya. Sebagaimana doa yang masyhur kita ucapkan:
رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنۡيَا حَسَنَةً وَّفِى الۡاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّ قِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah 2: 201)
Jazaakumullaahu khairan telah menyempatkan waktu untuk membaca.
Semoga risalah kecil ini bisa memberikan manfaat. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita semuanya.
Banjaran, 19 Oktober 2020, selepas waktu ‘Isya
Akhukum Fillah, Ivan Wanda
Komentar
Posting Komentar