Resensi Buku "Mahasantri"
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد حمدا كثيرا طيبا مباركا فيه كما يحب ربنا ويرضى واشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له واشهد أن محمدا عبده ورسوله ألذي لا نبي بعده أم بعد
Mahasantri, begitulah judulnya. Buku yang ditulis oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal S.T., M.Sc. dan Ustadz dr. M. Saifudin Hakim, M.Sc. Dua orang yang punya latar pendidikan umum, namun tak menghalanginya untuk menuntut ilmu agama. Berisi nasihat, tips, dan renungan bagi kawula muda yang dahulu tak punya background pendidikan agama atau baru hijrah tetapi kemudian hari ini ingin mendalami ilmu agama.
Saya amat bersyukur bisa mendapatkan buku ini secara gratis dari Toko Buku Ruwaifi. Karena sejak dulu saya benar-benar penasaran dengan isinya dan berharap bisa membacanya di kemudian hari. Alhamdulillah, di penghujung Kelas Bahasa Arab Nahwu, Al-Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal bersedia menghadiahkan buku ini kepada beberapa peserta. Jazaakumullahu khairan.
Sungguh, buku yang diterbitkan oleh Rumaysho ini menyimpan faidah yang amat berlimpah: membuat hati kita tergerak untuk belajar agama dengan benar, menampar diri kita akan sekelumit kelalaian selama ini, membuat air mata berlinang, dan menumbuhkan kembali semangat belajar yang nyaris padam.
Ada banyak buku yang telah saya baca. Tetapi, wallahi buku ini meninggalkan kesan yang amat mendalam di hati. Saya amat merekomendasikan kepada para pembaca untuk memiliki dan membaca buku ini. Terutama kepada teman-teman yang saat ini masih muda dan punya banyak waktu untuk belajar agama. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara : Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
In Syaa Allah, dalam tulisan ini saya akan memberikan resensi, ulasan atau review tentang buku ini. Semoga bisa menjadi referensi bagi teman-teman yang tengah mencari rekomendasi buku untuk dibaca, terkhusus tentang motivasi menuntut ilmu.
Fisik Buku
Tebalnya 256 halaman. Tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal. Ukurannya pun sangat pas, sebesar buku tulis standar. Memiliki sampul dengan hard cover sehingga nyaman saat dipegang ketika membacanya. Buku dengan sampul hard cover lebih tahan banting dan awet, In Syaa Allah.
Desain sampulnya sangat menarik dan elegan. Khas terbitan Rumaysho. Terdapat gambar seorang pemuda yang tengah berdiri sambil membuka lembaran-lembaran kertas. Menggambarkan ciri thaalibul ‘ilm. Ilustrasi yang baik sekali.
Dari sisi kertas yang digunakan, maka tak usah diragukan lagi. Kualitasnya luar biasa. Tebal, dan tidak tembus ketika saya tandai faidah-faidahnya dengan stabilo. Demikian pula pemilihan font, tata letak, dan ukuran spasi, semuanya pas dan terlihat amat profesional.
Isi Buku
Semoga saja nantinya faidah-faidah yang terkandung didalam buku ini dapat dibagikan di blog ini. Karena tentunya tidak mungkin saya jelaskan keseluruhan isi buku ini dalam satu postingan. Maka, di postingan ini saya hanya akan memberikan gambaran isinya secara global saja.
Berikut ini daftar isi lengkap dari buku Mahasantri.
Di awal-awal pembahasan buku ini, akan dijelaskan mengenai keutamaan menuntut ilmu agama dan motivasi yang membuat kita semakin tertarik belajar agama. Pembahasannya sangat ilmiah, selalu disertakan dalil-dalil, baik dari Al-Qur’an, Al-Hadits, maupun perkataan para Salaf. Pembahasan dalam bab ini bisa terangkum dengan hadits agung berikut.
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِى الدَّرْدَاءِ فِى مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّى جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم- لِحَدِيثٍ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ. قَالَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ »
Dari Katsir bin Qois, ia berkata, aku pernah duduk bersama Abu Darda’ di Masjid Damasqus, lalu datang seorang pria yang lantas berkata, “Wahai Abu Ad Darda’, aku sungguh mendatangi dari kota Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Madinah Nabawiyah) karena ada suatu hadits yang telah sampai padaku di mana engkau yang meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku datang untuk maksud mendapatkan hadits tersebut. Abu Darda’ lantas berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Selepas menjelaskan keutamaan ilmu dengan membawakan dalil-dalilnya, penulis buku ini kemudian memaparkan beberapa kisah teladan dari para Salafush Shalih ketika berjuang dalam rangka meuntut ilmu agama. Bagian inilah yang paling emosional, menurut saya. Benar-benar akan membuat air mata pembacanya berlinang dan menjadikannya malu setelah mengetahui bagaimana kesungguhan para Salaf dalam belajar jika dibandingkan dengan kita.
Inilah kisah mengharukan dari Ibnu Jandal Al-Qurthubi yang amat bersemangat menjadi yang terdepan ketika mendatangi majelis ilmu. Demi Allah, membuat hati ini begitu tersayat ketika membacanya.
Ibnu Jandal Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Aku belajar kepada Imam Ibnu Mujahid rahimahullah. Suatu ketika aku datang kepadanya sebelum fajar untuk mendapat tempat yang dekat dengan beliau di majelis ilmu. Tatkala aku sampai di depan pintu masuk ke majelis, aku mendapati pintu tersebut dalam keadaan terkunci dan tidak bisa dibuka. Aku berkata, ‘Subhanallah! Aku sudah datang pagi-pagi, namun bisa-bisa aku tidak mendapat tempat di depan.’ Lalu aku melihat ada sebuah lubang di samping pintu dan aku masuk melewati lubang tersebut. Tatkala aku sampai di tengah-tengah lubang, aku tidak bisa maju atau mundur. Aku tidak bisa keluar dari lubang itu. Kemudian aku memaksa diriku sekuat-kuatnya sampai aku bisa keluar darinya meskipun bajuku sampai robek. Badanku pun luka-luka hingga terkelupas kulitnya dan kelihatan sebagian tulang-tulangnya. Dan Allah mengaruniakan kepadaku sehingga aku bisa keluar dari lubang itu dan bisa menghadiri majelis guruku dalam keadaanku yang masih seperti itu”. (Mahasantri, hlm. 39)
Pada bab-bab berikutnya, penulis membahas tentang keagungan ilmu agama jika dibandingkan dengan ilmu dunia. Bahwa jangan sampai gelar kita tinggi dalam ilmu dunia tetapi nol dalam ilmu agama. Tetapi, belajar ilmu dunia pun tentunya boleh dan terkadang sangat dibutuhkan dalam beberapa hal. Maksudnya, penulis menekankan kepada kita tentang pentingnya menentukan skala prioritas ketika mempelajari suatu ilmu.
Setelah itu dibahas juga tentang adab-adab menuntut ilmu agama, terutama adab terhadap guru. Dilanjutkan dengan penekanan betapa pentingnya mempelajari Bahasa Arab, karena bagaimanapun Bahasa Arab adalah kunci dalam memahami agama ini.
Demikian pula sesudahnya disinggung tentang kiat-kiat belajar agama bagi orang sibuk, penjelasan kitab-kitab yang menjadi panduan belajar Islam dari dasar, pentingnya mengoleksi kitab-kitab para ulama, urgensi belajar akidah, serta anjuran menikah bagi pemuda, bahwa menikah tidaklah menghalangi seseorang untuk belajar agama.
Dan yang menarik adalah pembahasan tentang kisah para ulama yang dahulunya adalah ilmuwan, kemudian banting setir untuk belajar agama. Siapa yang menyangka bahwa Syaikh Shalih Al-Munajjid ternyata dulunya memiliki latar pendidikan umum, yakni S1 Bachelor Manajemen Industri. Kemudian setelahnya beliau beralih mendalami bidang agama dengan belajar kepada para ulama kibar, seperti Syaikh Bin Baz dan Syaikh ‘Utsaimin. Demikian pula kisah serupa dari para ulama lainnya, seperti Syaikh Mushthafa Al-Adawi, Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim (penulis kitab Shahih Fiqih Sunnah yang fenomenal), dll.
Hingga di akhir-akhir buku ini, kita akan disuguhkan dengan kisah pribadi dari kedua penulis, Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal S.T., M.Sc. dan Ustadz dr. M. Saifudin Hakim, M.Sc. dalam perjalanannya menuntut ilmu agama sembari kuliah di jurusan umum. Sungguh luar biasa kisah mereka, sangat menarik dan menginspirasi diri ini.
Sajian buku ini ditutup dengan nasihat-nasihat penting kepada para pemuda tentang mengatur waktu, wasiat Imam Syafi’i, kiat istiqamah dalam belajar, dan tips mengatasi futur. Nasihat-nasihat yang membuat pipi ini seakan tertampar dengan sangat keras, menyadari kelalaian yang begitu banyak selama ini.
Sekali lagi, buku ini mengandung faidah yang amat luar biasa. Dan diantara buku-buku yang ditulis oleh penulis dalam negeri di era modern, “Mahasantri” merupakan salah satu buku terbaik yang pernah saya baca, khusunya dalam tema tentang motivasi menuntut ilmu. Maka, saya tak ragu merekomendasikannya kepada para pembaca untuk memiliki dan mengambil manfaat dari buku ini.
Wallahu Ta'ala 'alam bishowab. Demikianlah yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan bisa menjadi motivasi bagi kita semua untuk lebih semangat dalam menuntut ilmu syar’i. Oh iya, bagi para pembaca ingin membeli buku ini, maka teman-teman bisa langsung memesannya ke Instagram @ruwaifi.store. Harganya 125 ribu (belum ongkir). Namun kabar baiknya, dari tanggal 29 Desember 2020 s.d. 2 Januari 2021 teman-teman bisa mendapatkan potongan harga sebesar 30%. Itu artinya, buku “Mahasantri” ini bisa didapatkan dengan harga sekitar Rp. 87.500 saja.
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك
وأخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Banjaran tercinta, 31 Desember 2020. Coretan anak SMK.
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :
[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,
[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/240-masa-muda-waktu-utama-beramal-sholeh.html
Komentar
Posting Komentar